Di bawah rindangnya pohon yang tumbuh di desa tempat nenekku tinggal, aku
kembali teringat akan masa laluku. Masa dimana aku masih dapat melihatnya
disampingku. Masa yang benar-benar membuatku rindu. Tak pernah kusadari bahwa
semuanya akan berakhir. Dan setelah kini kusadari, yang tertinggal hanya penyesalan. Kenapa segalanya harus berakhir seceoat ini? Sosok yang selalu disampingku, yang ternyata begitu berharga bagiku. Sosok yang selama ini selalu ada saat ku susah, bahagia saat ku senang, menangis saat ku berduka... Sosok itu menghilang. Hanya karena salah pahamku. Karena aku yang tak mempercayainya, yang membuatku harus kehilangannya.
Sahabatku, Mikha… Dia sahabat terbaik yang ada dalam hidupku. Kesalahpahamanku dengannya dimulai ketika aku menyadari perasaanku pada Fito,
sahabat kami. Mikha adalah pendengar
setiaku, tempatku menumpahkan segala perasaan yang berkecamuk dalam hatiku..
Termasuk tutur kataku tentang hatiku
yang telah terpaut pada Fito. Mikha tak pernah mengatakan apapun padaku.
Siapa yang dia sukai? Apa
yang dia pikirkan? Selalu hanya aku yang berbicara. Saat dirinya tahu aku menyukai Fito, dengan wajah
tenang dia mendukungku, tanpa peduli dengan perasaannya sendiri, yang ternyata punya rasa yang sama denganku
terhadap Fito.
Aku menjadi gelap mata ketika
aku melihatnya duduk bersandar pada bahu Fito. Perasaan kecewa tumbuh dalam benakku. Yang terukir di benakku hanyalah
alasannya menghianatiku. Menghianati kepercayaanku padanya. Dan akhirnya aku
mulai menjauhinya. Segala
yang diperbuatnya dan yang dirasakannya kuacuhkan. Kebaikannya, kepeduliannya,
dan kesedihannya. Aku menyalahkannya. Kesalahan yang sebenarnya bukan
kesalahannya. Dan tinggallah penyesalan ketika semuanya telah berubah. Dan
kenyataan yang sebenarnya terungkapkan.
iiiiii
Aku mencari keberadaan Fito. Aku akan memintanya mengantarku pulang
karena tak ada lagi angkutan umum yang bisa kutemukan saat jam telah
menunjukkan pukul lima
sore, sekalian untuk PDKT..ehheheheh... Mungkin Fito lagi bareng Mikha kali ya?
Ehm, Mikha?? Mikha sahabat terbaikku sekaligus pendengar setia kesayanganku. Hanya dia yang tahu perasaan yang
kupendam buat Fito karena dia selalu mendengarkanku bercerita. Tentang apapun.
“Dimana ya Fito?Ehm.. Bareng Mikha kali ya..??”gumamku. “Kucari di taman dech!”. Secepat kilat aku
berlari menuju taman. Aku nggak sabar banget pengen ketemu mereka. Pandanganku
tertuju pada bangku taman yang terletak membelakangi tempatku sekarang berdiri.
Kuhampiri bangku itu. Setelah jarak yang antara tempatku berdiri dan bangku itu
tak lagi jauh, aku dapat melihat
sepasang muda-mudi tengah duduk di bangku itu. Kuhampiri bangku yang telah diduduki oleh sepasang muda-mudi
itu. Dan yang kulihat benar- benar membuat perasaanku terpukul. Terasa
dikhianati, dibohongi, tidak dianggap dan dipermainkan.
“Mikha…!!” teriakku pada seorang cewek yang duduk di bangku itu. Dia
terkejut melihatku yang tengah berdiri dihadapannya, dan segera melepaskan
genggaman tangan sang cowok. “Kamu tega
ya, Kha! Aku nggak nyangka kamu bisa sejahat ini ke aku”. Tanpa menunggu jawaban dari Mikha, aku
berlari dengan mata sembab menahan tangis.
iiiiii
Aku mengurung diri di dalam kamar. Tak menyangka semua ini bisa terjadi
padaku. Dikhianati teman, teman yang sangat kupercaya. Aku menelungkupkan
kepalaku pada bantal. Menangis sekeras- kerasnya. Berharap semua ini hanya
mimpi. Dadaku terasa semakin sesak, dan air mata mengalir semakin deras di pipiku. Terlalu sulit untukku. Samar-samar kudengar pintu
diketuk. Mama masuk ke kamarku.
“Irsya, cepat turun nak, ada Mikha”
“Irsya nggak mau ketemu dia, Ma! Irsya benci dia”
“Kalau ada masalah, diomongin dulu, Nak. Biar semuanya jadi jelas.
Bukankah kalian itu sahabat?”
“Bukan lagi ,Ma. Dan sekarang Irsya nggak mau lagi ketemu dia”
Mama meninggalkanku dengan bingung. Bingung dengan apa yang telah terjadi
sampai- sampai aku dan Mikha bertengkar. Aku dan Mikha memang sangat akrab. Jarang ada pertengkaran diantara kami.
Bahkan selama kami berteman, sejak 5 tahun yang lalu, pertengkaran kami dapat
dihitung dengan jari, itu pun akan
berakhir dalam waktu satu hari.
Kini, hatiku benar- benar hancur. Sahabatku yang selalu ku percaya
menghianatiku. Tak berartikah persahabatan kami selama ini? Semua ini sama sekali tak kuinginkan.
Kemarahanku padanya tak kunjung padam walau berkali- kali dia menghampiriku
dan meminta maaf padaku. Kuhindari semua kedatangannya. Kutinggalkan dia.
Kujauhi dia. Takkan lagi kupedulikan dia yang tak mempedulikanku.
iiiiii
Sudah sebulan sejak pertengkaranku dengannya. Dia masih berusaha untuk
meminta maaf padaku. Namun hatiku telah mengeras, sulit menerima kejadian yang terjadi baru- baru ini. Rasa
bersalah sekejab menyelinap dihatiku ketika untuk yang kesekian kalinya Mikha mendatangiku dengan berurai air
mata, tapi lukaku masih segar, ego pun masih memenuhi pikiranku. Rasanya sulit untuk menerimanya kembali seperti dulu. Sulit membangun kepercayaan lagi, setelah beberapa waktu yang lalu hangus karena penghianatan.
Telepon rumahku berbunyi. Tak kuangkat karena aku sedang dalam keadaan
super marah. Entah kenapa moodku tak kunjung membaik setelah kejadian itu. Dering telepon masih berbunyi dan entah kapan menghentikan suaranya. Bosan mendengarkan, segera saja kuangkat telepon itu dengan malas.
“Halo… cari siapa ya?”
“Halo…. Irsya, ini Fito. Sya, Mikha….”
“Ngapain sih ngomongin Mikha? Aku nggak mau dengar” memang sejak kejadian
dulu, aku nggak mau lagi ngomongin apapun tentang Mikha. termasuk pada Fito.
Aku sangat nggak mau Fito membicarakan Mikha didepanku.
“Please. Dengerin dulu. Ini penting banget, Sya” Aku terdiam. “Mikha…..
Mikha kecelakaan”
“Apa…???”
“Iya, waktu tadi dia pulang, dia nggak mau aku anter. Padahal muka dia
udah pucet banget. Kelihatan banget kalo dia lagi sakit. Dia pulang sendirian. Waktu dia lagi
nyebrang, dia nggak lihat kalo lagi ada truk yang udah deket, apalagi kecepatan
truknya itu… dia tertabrak, Sya.
Sekarang….. dia lagi dilarikan ke
RS Sartika. Kamu cepet datang ya!”
“…” Aku terbelalak. Rasa terkejut memenuhi pikiranku. Air mata perlahan mengalir ke pipiku. Gagang telepon yang tadi kupegang terjatuh dari tanganku.
Buru- buru kuambil gagang telepon begitu mendengarkan suara yang masih terdengar dari
telepon seberang.
“Irsya…?”
“Aku berangkat sekarang”
Aku berangkat menuju rumah sakit tempat Mikha dirawat. Dalam perjalanan
tangisan tak pernah berhenti mengalir. Aku sangat mengkhawatirkan Mikha. Sebenarnya aku tak benar- benar marah
padanya. Aku hanya merasa ia tak pernah mempercayaiku. Aku kesal karena aku tak pernah tahu kalau dia juga menyukai Fito. Aku tak sadar
bahwa selama ini aku terlalu mementingkan perasaanku sendiri.
Aku berlari menuju ICU. Kulihat orangtua Mikha dan Fito berdiri disana
dengan perasaan yang sama
denganku. Mereka khawatir. Mereka takut terjadi apa- apa terhadap Mikha.
Perasaan bersalah muncul dalam hatiku. Keegoisanku membuat semuanya
merasa susah, termasuk aku. Mikha selalu memikirkanku, kebahagiaanku, sedangkan
aku? Tak peduli perasaannya. Rasa bersalahku semakin menjadi saat kutahu bahwa
Mikha sebenarnya merelakan Fito untukku. Dia menolak Fito saat Fito menembaknya. Dan kesalahpahaman itu
dimulai saat Fito menembak Mikha. Tepat saat kulihat Mikha dan Fito berpegangan
tangan di taman. Perasaan menyesal
timbul dihatiku. Kenapa aku memisahkan dua hati yang seharusnya bisa saling
menyatu?
Dan air mataku mengalir lebih deras ketika kutahu Mikha telah
menghembuskan nafas terakhirnya dalam ruang ICU. Fito mendekatiku, memberiku
sebuah surat
dari Mikha yang dititipkannya pada Fito karena aku tak lagi mau bicara padanya.
Kubuka selembar surat
dari Mikha….
Irsya sahabatku,
Maafkan aku tak jujur
padamu. Kuakui Aku pun menyukainya.
Namun aku tahu, bila aku berhubungan, hatimu akan tersakiti.
Aku tak ingin melihatmu terluka.
Aku tak ingin melihatmu terluka.
Maafkan aku Irsya, jangan anggap
aku bukan sahabatmu lagi.
Apakah persahabatan kita
akan berakhir hanya karena ini? Kuharap tidak
Aku masih ingin bersamamu.
Melihatmu tertawa, bercerita, menangis
Dan aku akan menjadi sandaranmu…
Aku tak akan pernah mencoba, bahkan tak pernah ingin untuk meghianatimu.
Dan aku tahu kamu pasti marah dan menganggapku hianatimu
Aku tak akan pernah mencoba, bahkan tak pernah ingin untuk meghianatimu.
Dan aku tahu kamu pasti marah dan menganggapku hianatimu
Walaupun kini kamu masih
marah, kuharap kamu memaafkanku segera.
Selamanya kita bersahabat
bukan? We are best friend forever.
Aku menangis lagi dalam
rangkulan Fito. Aku tak menyangka Mikha begitu memikirkannya. Dan kini aku
sangat menyesal tak mau mendengar penjelasan Mikha. Akan kuubah segala sikapku
yang dapat menyakiti orang. Sikap egoisku, pemarah, dan berburuk sangka. Allah
pasti akan membantuku megubah sikap burukku. Kuharap, Mikha melihatku saat
nanti ia berada di sisi Allah SWT. Tersenyum melihatku yang akan selalu
tersenyum untuknya dan selalu mengingatnya.
iiiiii
Aku berdiri memandang hamparan sawah di depan mataku. Saat ini aku tengah
berlibur di rumah nenekku bersama seseorang yang berarti untukku. Dia yang
selalu ada di sisiku. Menemaniku setiap kali aku membutuhkannya. Seseorang
menepuk bahuku dengan ringan…
“Sya, udah sore nih, balik ke rumah yuk!”
“Iya, Tan!”
Aku dan Atan berjalan menuju rumah nenek. Kini, sudah 2 tahun sejak kepergian
Mikha, dan ternyata hubunganku dengan Fito tak bisa melebihi sahabat. Setelah
Mikha meninggal, Fito terus mengurung diri. Dia begitu kehilangan Mikha. Sampai
suatu saat, dia pindah keluar kota
untuk menghilangkan kesedihannya kehilangan Mikha, cewek yang disayanginya.
Mungkin suatu saat, dia akan kembali dengan perasaan yang lebih baik. Dan saat
dimana dia siap menemui tempat peristirahatan terakhir Mikha. Dan ketika aku
terpuruk kehilangan sahabat terbaikku, Mikha, Atan selalu disampingku. Menemaniku,
menghiburku dan memberikanku hatinya juga menerimaku apa adanya aku. Aku
menjalin hubungan dengannya. Kini hubungan kami sudah berlangsung selama satu
tahun.
“Trt..Trt..Trt..” Hpku berbunyi, dan betapa terkejutnya aku melihat
sebuah nama yang tertera di layat ponselku. Seseorang yang tak pernah lagi
muncul di depanku sejak kepindahannya. Kuangkat ponselku. Dan kudengar suara
yang sudah lama tak kudengar.
“Hallo, Irsya?”
“Hallo.. Fito. Apa kabar? Kapan mo balik kesini? Kangen nih aku sama
kamu!” rentetan pertanyaan segera kuajukan padanya.
“Non, baru aja ngomong halo udah dikasih pertanyaan banyak kayak gitu. Kabarku
baik. Aku bakal berkunjung kesana minggu depan tanggal 1. Aku pengen pergi ke
makamnya Mikha, mau ngenalin seseorang. Ehmm.. Bethewe, aku juga kangen sama
kamu kok! Udah dulu ya! Aku Cuma mau ngabarin, selebihnya ntar kalo udah ketemu
aja! Soalnya kalo diomongin pake ponsel, pulsa nggak bakal cukup. Banyak banget
yang mo kuomongin soalnya. Bye”
“Bye”
Mikha, minggu depan kami akan menemui tempat peristirahatan terakhirmu.
Kami akan membawa seseorang yang special bagi diri kami masing-masing untuk
dikenalkan padamu. Dan kami akan bilang padamu bahwa kami tetap menjadi teman
walau tak menjalin hubungan. Kejadian masa lalu telah menjadi pelajaran bagiku
bahwa setiap cinta tak harus selalu memiliki. Dan kini kami sangat bahagia bisa
mempunyai sahabat terbaik sepertimu. Kuharap kau tak marah padaku atas
kesalahpahaman kita dan memaafkanku atas keegoisanku dulu. Mikha, WE ARE ALWAYS BE BEST FRIEND FOREVER.
Walau kau tak lagi ada di samping kami namun kau selalu ada dalam hati kami,
ingatan kami, dan hidup kami. Jarak sejauh apapun takkan memisahkan kami. Kami
akan tetap bersahabat seperti kami yang selalu bersahabat denganmu dari dulu
hingga kini dan akan sampai masa depan nanti. Kuharap kau mendengarnya dan
tersenyum melihat kami yang tersenyum bahagia setiap kali kami mengingatmu.
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar